Kamis, 06 November 2014

filsafat-plato



PLATO
(427-347 SM)





KELAS : 1PA17
ANGGOTA KELOMPOK :
o   MARLINDA DIAH N                 (16514418)
o   KERRY SARAFINA NADITA   (15514816)
o   TRI NOVIYANTI                        (1A514839)
o   REINALDO ALAMSAH            (19514011)
o   OLIVIA CESARRIA                   (18514343)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2014
1.      Riwayat Hidup Singkat
Plato dilahirkan di Atena pada tahun 427 S.M. dan meninggal pada tahun 347 S.M. Ia berasal dari keluarga aristokrasi, plato adalah filsuf Yunani kafir. Ia lahir di Athena dalam keluarga ningrat yang turun-temurun memegang politik penting dalam politik Athena. Plato bercita-cita sejak mudanya untuk menjadi orang negara. Tetapi perkembangan politik di masanya tidak memberi kesempatan padanya untuk mengikuti jalan hidup yang diingininya itu. Namanya bermula ialah Aristokles. Nama plato diberikan oleh gurunya. Sebelum dewasa ia sudah pandai membuat karangan yang bersanjak. Di masa kecil plato sudah mendapat didikan dari guru-guru filosofi. Pelajaran filosofi mula-mula diperolehnya dari kratylos. Kratylos dahulunya murid herakleitos yang mengajarkan “semuanya berlalu” seperti air. Rupanya ajaran semacam itu tidak hinggap di dalam kalbu aristokles yang terpengaruh oleh tradisi keluarganya. Sejak berumur 20 tahun plato mengikuti pelajaran sokrates. Pelajaran itulah yang memberi kepuasan baginya. Pengaruh sokrates makin hari makin mendalam padanya. Ia menjadi murid sokrates yang setia. Sampai pada akhir hidupnya sokrates tetap menjadi pujaannya. Dalam segala karangannya yang berbentuk dialog, bersoal jawab, sokrates kedudukannya sebagai pujangga yang menuntun. Dengan cara begitu ajaran plato tergambar keluar melalui mulut sokrates. Setelah pandangan filosofinya sudah jauh menyimpang dan sudah lebih lanjut dari pandangan gurunya plato memiliki bakat mengemas pandangannya yang keras sedemikian rupa sehingga bisa mengelabui berbagai zaman sesudahnya, yang begitu menghargai karyanya yang berjudul Republik tanpa pernah insyaf akan apa yang sebetulnya terkandung dalam pemikirannya.Tak pernah keliru jika orang memuji Plato. Tulisan-tulisan Plato yang berjumlah lebih dari pada 30 tulisan mengandung keindahan dan kemurnian. Tulisan-tulisannya yang permulaan mungkin mencerminkan pandangan Sokrates secara langsung. Akan tetapi dalam tulisan-tulisannya yang kemudian, pelaku yang dinamakan Sokrates adalah juru bicara dari sikap filsafat Plato sendiri.
2.      Karya-karya             
a)            Republik: Berisi uraian garis besar pandangannya pada keadaan “ideal” dan tentang keadilan
b)             Apology dan Crito: Tentang peradilan Sokrates dan percakapan-percakapannya yang terakhir
c)            Euthyphro: Ketaqwaan (piety)
d)            Phaedo: Tentang “Ideal of the Good”
e)            Phaidros: Berupa kritik atas retorika yang dihubungkan dengan teori  tentang jiwa
3.      Ajaran-ajaran
A.     Ketuhanan
Ajaran Plato tentang Tuhan kebanyakan disampaikan dalam terma-terma mistis, yang menegaskan kebaikan Tuhan (sebagaimana dalam Republic dan Timaeus) dan kebaikannya kepada manusia (sebagaimana dalam Phaedo); Tetapi dalam Phaedrus, dan lebih jelasnya dalam Laws, ia menghadirkan sebuah argumen yang lebih rigoris yang berdasarkan kenyataan bahwa segala sesuatu itu berubah (change) dan bergerak (in motion). Segala yang berubah itu tidak selamanya bersumber dari luar (eksternal), sebagian dari perubahan tersebut bersifat spontan dan bersumber dari “jiwa”. Dan akhirnya berujung pada sebuah jiwa yang suprim dan paripurna. Dalam Timaeus, sebagaimana dinukil dalam kitab Faidh wa Fâ’iiliyyat Wujudi Az Aflatun tâ Mulla Shadra, penciptaan alam semesta dan pengerangka kosmos dinisbahkan kepada demiurege (shâne’, pencipta) yang mewujudkan kosmos ini dari keadaan yang tak tertata dan non-sistemik, menjadi sebuah kosmos yang tertata dan sistemik. Dalam perkara ini, mundus imaginalis (alam ide) dapat dijadikan sebagai satu contoh dan setelah mencipta alam ide, Tuhan mengadakan jiwa universal.
B.     Manusia
Ajaran utama Plato adalah konsep bahwa manusia punya jiwa yang tidak dapat mati meskipun tubuh jasmani mati. ”Jiwa yang tidak dapat mati adalah salah satu topik kesukaan Plato.”—Body and Soul in Ancient Philosophy plato sangat berminat akan kehidupan setelah kematian. Ia begitu yakin bahwa ”jiwa tetap hidup walau wujudnya sekarang mati, untuk mendapat upah atau hukuman yang pantas di akhirat, berdasarkan cara hidup seseorang selama di bumi”. Hasilnya, konsep filosofis kafir termasuk jiwa yang tidak dapat mati, menyusup ke dalam ajaran Yudaisme dan Kekristenan.”Semua teologi Kristen bergantung sedikit banyak pada filsafat Yunani modern, terutama ajaran Plato” kata The Anchor Bible Dictionary”tetapi beberapa pemikir Kristen. lebih cocok disebut Platonis Kristen” Bandingkan apa yang dikatakan beberapa sumber berikut:
Apa kata Plato: ”Pada waktu mati sesuatu yang adalah diri kita yang sebenarnya, dan yang kita sebut jiwa yang tidak dapat mati pergi menghadap dewa-dewi lain, di sana untuk memberikan pertanggungjawaban,—prospek yang dihadapi dengan berani oleh orang baik, tetapi dengan rasa takut yang hebat oleh orang jahat.” Plato Laws, Buku XII.
Apa kata Alkitab: Jiwa adalah orang itu sendiri atau kehidupan yang ia nikmati. Bahkan binatang adalah jiwa. Sewaktu mati, jiwa itu tidak ada lagi. Perhatikan beberapa ayat berikut:
”Manusia pertama Adam, menjadi jiwa yang hidup.”  1 Korintus 15:45  Adam yang terakhir menjadi roh yang memberikan kehidupan.

”Selanjutnya Allah berfirman, ’Biarlah bumi mengeluarkan jiwa-jiwa yang hidup menurut jenisnya, binatang peliharaan dan binatang merayap dan binatang liar di bumi” 1:24

Dan jadilah demikian. ”Biarlah jiwaku mati.” 23:10 10  Siapa yang telah menghitung butir-butir debu Yakub, Siapa yang telah menghitung seperempat bagian dari Israel? Biarlah jiwaku mati seperti matinya orang-orang yang lurus hati, Biarlah akhir diriku menjadi seperti akhir mereka.”

”Jiwa yang berbuat dosa jiwa itulah yang akan mati.” Yehezkiel 18:4  Lihat! Semua jiwa milikkulah mereka. Baik jiwa bapak maupun jiwa anak—milikkulah mereka. Jiwa yang berbuat dosa jiwa itulah yang akan mati.

”Gagasan bahwa jiwa akan tetap hidup setelah kematian tidak terlihat dengan jelas dalam Alkitab.” New Catholic Encyclopedia.
”Baru pada masa pasca-Alkitab, kepercayaan yang jelas dan tegas berkenaan jiwa yang tidak berkematian diteguhkan dan menjadi salah satu batu penjuru dari iman Yahudi dan Kristen.” Encyclopaedia Judaica.
”Kepercayaan bahwa jiwa terus hidup setelah tubuh membusuk merupakan soal spekulasi filosofis atau teologis dan karenanya itu sama sekali tidak diajarkan dalam Tulisan-Tulisan Kudus.” The Jewish Encyclopedia.
C.     Idealisme
Ajaran tentang Idea – Idea merupakan inti dan dasar seluruh filsafat Plato. Idea yang dimaksudkan Plato di sini bukanlah suatu gagasan yang terdapat dalam pemikiran saja yang bersifat subyektif belaka, Idealisme adalah sistem filsafat yang menekankan pentingnya keunggulan pikiran (mind), roh (soul) atau jiwa (spirit) dari pada hal-hal yang bersifat kebendaan atau material. Bagi Plato Idea merupakan sesuatu yang obyektif, ada idea-idea, terlepas dari subyek yang berfikir, Idea-idea tidak diciptakan oleh pemikiran kita, tidak tergantung pada pemikiran, tetapi sebaliknya pemikiranlah yang tergantung pada idea-idea. Justru karena adanya idea-idea yang berdiri sendiri, pemikiran kita dimungkinkan. Pemikiran itu tidak lain daripada menaruh perhatian kepada idea-idea. Pandangan-pandangan umum yang disepakati oleh para filsuf idealisme, yaitu:
1.      Jiwa (soul) manusia adalah unsur yang paling penting dalam hidup.
2.      Hakikat akhir alam semesta pada dasarnya adalah non material.
Aliran ini berpendapat bahwa kenyataan yang sesungguhnya bersifat spiritual atau ideasional dan beranggapan bahwa pengetahuan yang didapat melalui pancaindera belum mencapai kebenarannya. Kebenaran yang secara tetap sebenarnya secara tidak disadari telah hadir dalam pikiran mereka. Anggapan tersebut berakibat bahwa setiap manusia mempunyai jiwa yang hadir lebih dahulu sebelum kelahiran raganya yang hidup dalam dunia spiritual dari bentuk sempurna (ide-ide). , dunia pengalaman (alat indera) disebut sebagai dunia semu atau dunia bayang-bayang, sedangkan dunia idea (akal budi) disebut sebagai dunia asli, dunia yang sesungguhnya. Oleh karenanya aliran ini disebut aliran idealisme karena pengetahuan semata-mata hanya bersumber dari akal budi manusia.
D.    Etika
Sama seperti pandangan Socrates, etik Plato bersifat intelektual dan rasional. Dasar ajarannya adalah mencapai budi baik. Orang yang berpengetahuan dengan sendirinya berbudi baik. Menurut Plato ada dua macam budi, Pertama budi filosofi yang timbul dari pengetahuan dengan pengertian. Kedua budi biasa yang terbawa oleh kebiasaan orang banyak. Sikap hidup yang dipakai tidak terbit dari keyakinan diri sendiri melainkan disesuaikan kepada moral orang banyak dalam hidup sehari-hari. Apa tujuan manusia hidup? Bagi Plato, tujuan hidup manusia ialah kehidupan senang dan bahagia. Manusia harus mengupayakan kesenangan dan kebahagiaan hidup itu. Tetapi apakah kesenangan dan kebahagiaan hidup itu? Menurut Plato, kesenangan dan kebahagiaan itu itu bukanlah pemuasan hawa nafsu selama hidup didunia inderawi. Plato konsekuen dengan ajarannya tentang dua dunia. Oleh karena itu, kesenangan dan kebahagiaan hidup haruslah dilihat dalam hubungan kedua dunia itu. Semua ide dengan ide yang baik atau ide kebaikan dan ide kebajikan sebagai ide tertinggi yang ada didunia ide adalah realitas yang sebenarnya. Sedangkan segala sesuatu yang ada didunia inderawi hanya merupakan realitas bayangan. Hanya manusia yang bijaksana dan berbudi baik yang akan dapat memahami segala sesuatu yang beraneka ragam dan berubah ubah dalam dunia inderawi. Pemahaman lewat pengetahuan yang benar itu akan menuntun mereka yang bijaksana dan berbudi itu sampai pada pengenalan akan ide-ide yang merupakan kebenaran yang sejati. Itulah sebabnya mereka harus berupaya untuk memperoleh pengetahuan yang benar dan itu pula kunci untuk meraih kesenangan dah kebahagiaan yang sesungguhnya. Dengan demikian jelas terlihat bahwa etika Plato adalah etika yang didasarkan pada pengetahuan, sedangkan pengetahuan hanya mungkin diraih dan dimiliki lewat dan oleh akal budi, maka itulah sebabnya etika Plato disebut sebagai etika rasional.


E.        Negara
Plato juga mengeluarkan pemikiran yang berkaitan dengan ketata negaraan. Plato membahas tentang sebuah negara yang ideal yakni disebutkan bahwa puncak pemikiran Plato adalah pemikiran tentang negara, yang  tertera dalam bukunya polites dan nomoi. Pemikirannya tentang negara ini adalah untuk upaya memperbaiki keadaan negara yang telah rusak dan buruk.Di athena pada waktu itu memiliki suatu sistem negara yang buruk menurut Plato, sehingga mendorong beliau untuk membuat suatu konsep yang bisa memperbaiki konsep negara yang buruk itu. Konsepnya tentang negara yang dikeluarkan oleh Plato yakni konsep negara yang di dalamnya terkait etika dan teorinya tentang negara yang ideal. Konsep etika yang dikemukakan oleh Plato seperti halnya konsep etika yang dikeluarkan socrates gurunya sendiri, yakni tujuan hidup manusia adalah hidup yang baik (eudamonia atau well-being). Akan tetapi untuk hidup yang baik tidak mungkin dilakukan tanpa di dalam negara. Alasannya, karena manusia mempunyai kodrat yakni makhluk yang sosial dan di dalam polis (negara).  Sehingga untuk mendapatkan hidup yang baik harus di dalam negara yang baik. Dan sebaliknya, negara yang jelek atau buruk tidak mungkin menjadikan para warganya hidup dengan baik.Menurut Plato, untuk membangun sebuah negara yang ideal diperlukan sebuah konsep tentang negara yang baik. Menurutnya, negara yang ideal harus terdapat tiga golongan yang menjadi bagian terpenting dalam sebuah negara yakni:
a.                      Golongan yang tertinggi, terdiri dari orang-orang yang memerintah yakni seorang filosof.
b.                     Golongan pelengkap atau menengah yakni yang terdiri dari para prajurit, yang bertugas untuk menjaga keamanan negaradan menjaga ketaatan para warganya.
c.                      Golongan terendah atau golongan rakyat biasa, yakni yang terdiri para petani, pedagang, tukang, yang bertugas untuk memikul ekonomi negara.
Gambaran Plato tentang negara di ilustrasikan dengan bagian tubuh manusia seperti di bawah ini:
Tubuh
Jiwa
Sifat
Negara
Kepala
Akal
Kebijaksanaan
Pemimpin
Dada
Kehendak
Keberanian
Pelengkap
Perut
Nafsu
Kesopanan
Pekerja

Plato menganalogikan sebuah negara yang dibangun dengan cara persis dengan tubuh manusia yang terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, dada dan perut, sedangkan negara mempunyai pemimpin, pembantu atau pelengkap, dan pekerja. Sebagaimana manusia yang hidup sehat dan selaras mempertahankan keseimbangan dan kesederhaan, begitu pun pada negara yang baik, yang ditandai dengan adanya kesadaran setiap orang akan tempat mereka masing-masing.
Menurut Plato terciptanya negara yang baik tergantung pada siapa yang memerintah, jika akal yang memerintah sebagaimana kepala mengatur tubuh, maka filosoflah yang harus mengatur masyarakat, sehingga dia mengatakan bahwa negara yang baik tidak akan pernah ada apabila filosof belum menjadi pemimpin di negara tersebut.
Sebuah negara haruslah memiliki bentuk pemrintahan yang sesuai dengan keadaan yang nyata. Apabila sebuah negara telah mempunyai undang-undang dasar, maka bentuk pemerintahan yang tepat adalah monarki. Yang terburuk adalah bentuk pemerintahan demokrasi. Sedangkan apabila suatu negara yang belum mempunyai undang-undang dasar, maka bentuk pemerintahan yang paling tepat adalah demokrasi, dan yang paling buruk adalah monarki, konsep tentang negara ini tertera dalam politeia (tata negara).
F.         Pemerintahan
Plato mengemukakan lima bentuk pemerintahan negara. Kelima bentuk itu menurut Plato harus sesuai dengan sifat-sifat tertentu manusia. Adapun kelima bentuk itu sebagai berikut:
·         Aristrokrasi, yaitu bentuk Pemerintahan yang di pegang oleh kaum Cendikiawan yang di laksanakan sesuai dengan pikiran keadilan.
·         Temokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang di pegang oleh orang-orang yang ingin mencapai kemasyuran dan kehormatan
·         Oligarki, yaitu bentuk pemerintahan yang di pegang oleh golongan hartawan yang dipengaruhi kemewahan atau harta kekayaan.
·         Demokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang di pegeng oleh rakyat jeleta.
·         Tirani, yaitu bentuk pemerintahan yang di pegeng oleh soorang tiran ( sewenang-wenang ) sehingga jauh dari cita-cita keadilan.
Menurut Plato, bentuk pemerintahan tersebut di atas dapat berubah secara siklus, dari Aristokrasi - Timokrasi - Oligarkhi - Demokrasi - Tyrani dan berputar kembali kebentuk asal.


Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar